Standard Post

Ada Motif Lain Di Balik Desakan Audit KPU


Jakarta – PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) secara tegas menolak rencana Pimpinan Komisi II. PKB pun mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak melakukan audit terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).

 

Anggota Komisi II DPR Fraksi PKB Abdul Malik Haramain mengatakan, dirinya khawatir jika hal itu dilakukan, pemeriksaan oleh BPK tersebut akan mengganggu kinerja KPU menjelang Pilkada Serentak yang dilakukan Desember 2015 mendatang.

“Terkait dengan Audit dan pemeriksaan permasalahan keuangan di KPU, tidak perlu diminta, BPK sudah kerap melakukannya pada KPU di setiap tahun,” kata Abdul Malik Haramain di Jakarta, Senin (8/6).

 

Malik mengatakan, pemeriksaan aliran dana yang keluar masuk pada lembaga negara adalah tugas dan kewajiban BPK, sehingga permintaan yang disampaikan oleh Pimpinan Komii II tersebut dinilai kurang tepat. “Gak perlu di dorong-dorong dan di goring-goreng, ini sangat tidak relevan,” kata Malik yang juga wakil sekretaris jendral DPP PKB.

 

Desakan untuk mengaudit KPU, kata Malik, adalah desakan sebuah pemaksaan, karena, BPK selama ini secara rutin telah menyampaikan kepada DPR terkait laporan pemeriksaan KPU setiap tahun.   

 

“Ini sudah bentuk pemaksaan dan mengada-ada, karena BPK sendiri setiap tahunnya secara rutin memaparkan laporan pemeriksaannya kepada DPR terkait hal itu,” kata Malik.

 

Karena itu, Malik memandang dengan dilakukannya desakan tersebut, ia melihat ada motif lain di balik desakan pimpinan Komisi II DPR tersebut. Lain halnya bila lembaga auditor tidak pernah menyampaikan hasil audit ke wakil rakyat. “Audit KPU lebay sekali. Saya kira pastinya ada kepentingan terselubung di balik ini semua,” kata Malik.

 

Kecurigaan Malik ini bukan tidak beralasan. Pasalnya, desakan tersebut disampaikan setelah usulan Komisi II DPR yang terkait dengan partai yang berkonflik sebagai peserta pilkada ditolak oleh KPU.

 

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 tahun 2015, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU telah memberikan syarat bagi partai politik (parpol) yang sedang dalam perkara hukum. Misalnya, parpol diwajibkan menunggu hingga ada putusan incraht dari pengadilan atau parpol tersebut islah.  

 

“Di PKPU sudah jelas parpol yang berperkara diminta untuk melakukan dua opsi, menunggu incraht atau islah, bila kedua hal tersebut belum jelas ya parpol tersebut tidak dapat mengikuti pilkada,” ujar Malik.

 

Malik menambahkan bahwa keinginan atau usulan dari pimpinan Komisi II DPR yakni adanya penambahan syarat. Yakni poin atau opsi ketiga, yakni KPU diminta untuk melihat putusan terakhir pengadilan terkait parpol yang sedang dalam perkara hukum.

 

“Usulan pimpinan komisi II terlalu dipaksakan dengan menambahkan syarat atau opsi ketiga bagi parpol yang saat ini sedang berperkara hukum,” tandasnya.