Standard Post

Banyak Mudarat, Pilkada Langsung Mending Dihapus


Jakarta - Konflik horisontal, money politics, perampokan uang rakyat untuk kepentingan pemenangan, serta dampak negatif lain dari Pemilukada membuat Partai Kebangkitan Bangsa berpikir ulang mengenai sistem pemilihan langsung. Jelas terlihat lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya.

 

"Lihat saja seringnya timbul konflik horisontal, adanya budaya politik dan kebanyakan pemilukada ini berujung di MK. PKB sepakat dengan hasil munas PBNU yang salah satu rekomendasinya adalah pemilukada tidak lagi dilakukan secara langsung," kata Ketua Fraksi PKB Marwan Ja’far dalam diskusi publik bertema Mahalnya Ongkos Politik di Ruang Fraksi PKB, DPR, Jakarta, Kamis (26/9/2013).

 

Marwan mencontohkan, seperti yang terjadi di Jawa Timur, konflik horisontal terjadi dengan mudahnya saat perhelatan Pemilukada. "Di Jatim sangat menyedihkan, antar keluarga berantem, antar kiai saling tidak enak komunikasinya. Makanya Pilkada langsung ini tidak bagus," ujarnya.

 

Dia kemudian mencontohkan pengalaman serupa sebagai imbas Pemilukada di Jombang, Jawa Timur. Di mana, salah satu calonnya harus menghabiskan biaya sebesar Rp40 miliar. "Coba bagaimana mengembalikan dananya itu kalau tidak korupsi. Padahal Jombang sumber daya alamnya tidak ada," paparnya.

 

Usai menyoroti perilaku para elit dan simpul massa, Marwan juga mengungkap dampak destruktif Pemilukada langsung terhadap tataran akar rumput. Pemilik hak suara kini sudah semakin apatis dan malah mengharapkan adanya money politics. "Demokrasi ini belum bagus, tingkat pendidikan juga masih sangat rendah dan ini menjadi tantangan yang harus dijawab," tegasnya.

 

Karena itu, PKB memberikan solusi agar kepala daerah di tingkat bupati atau wali kota dipilih oleh Dewan Pemilihan Daerah setempat. Karena dengan demikian, jika ada money politics dalam prosesnya tentu dengan mudah diketahui. "Kalau mau itu dikembalikan ke DPRD. Lebih baik dikembalikan ke DPRD, kalau ada money politics tentu akan ketahuan karena terorganisir," jelasnya. (Laporan Rifki)