Standard Post

Ancaman Deindustrialisasi Sudah di Depan Mata


Jakarta- Ancaman deindustrialisasi di tanah air semakin nyata. Indikasinya, Indonesia kian tergantung dengan produk-produk impor, rakyat sangat konsumtif, terjadinya defisit perdagangan, kredit perbankan meningkat tajam, serta membesarnya industri berbasis sumber daya alam.

Solusinya, kata anggota Komisi VI FPKB DPR RI Lukman Edy, adalah dengan memperbaiki permodalan, memberikan kemudahan persyaratan kredit dari bank, dan adanya jaminan kemudahan seperti KUR.

“Budaya riset juga harus kita tumbuhkan, kita harus mampu kurangi tingginya penetrasi produk impor khususnya China dengan menerapkan standar yang baik,” paparnya dalam diskusi bertajuk “Deindustrialisasi dan Defisit Neraca Perdagangan Terhadap Perekonomian Nasional” di ruang FPKB DPR RI, Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Selain itu, masih kata Lukman Edy, pembangunan infrastruktur energi dan transportasi dalam skala besar besaran harus segera diwujudkan guna mengurangi mahalnya biaya produksi.

Dalam kaitan ini, konsolidasi demokrasi di Indonesia menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar karena stabilitas politik menjadi prasyarat utama pertumbuhan ekonomi.

“Sehingga pemerintah bisa memperluas lapangan kerja, mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, serta menambah devisa negara,” ulasnya.

Hadir dalam diskusi ini Dirut Jendral Basis Industri Manufaktur Kemenperin Ir. Haryanto, staf ahli bidang manajemen Kemendag H Junaedi, deputi Rumah Transisi Jokowi-JK, Eko Putro Sanjojo, serta Ketua Fraksi PKB Marwan Ja’far dan Sekretaris FPKB M Hanif Dakhiri. (Laporan Rifki)