Standard Post

PKB Minta Omnibus Law Memperhatikan Lingkungan Hidup


PKBNews - SEKRETARIS Jenderal (Sekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasanuddin Wahid atau Cak Udin meminta agar pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang saat ini telah di tangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) agar memperhatikan kepentingan lingkungan hidup.

"Jangan karena alasan mendorong investasi, kemudiam aspek lingkungan hidup diabaikan. PKB adalah green party atau partai berwawasan lingkungan maka kita wanti-wanti agar aspek lingkungan harus diperhatikan dalam Omnibus Law ini," katanya dalam diskus bertajuk "Omnibus Law Cipta Kerja: Mengancam Lingkungan Hidup dan Agraria?", kemarin.

Cak Udin PKB siap mendukung dan berada di garda depan dalam mengamankan Omnibus Law, namun harus benar-benar berkomitmen pada penciptaan lapangan kerja.

"Karena itu, kami di PKB akan beri masukan sebesar-besaran lewat DPR dan pemerintah," tuturnya.

Dalam pembahasan RUU ini, ujar Cak Udin, pihak-pihak terkait harus memiliki pikiran yang cerdas, bijaksana dan ramah lingkungan.

"Bahkan sejak dipikiran, sejak di draf RUU, sejak di pembahasan ini harus diperhatikan agarsampai nantinya peraturan pelaksananya pun benar," katanya.

Untuk itu, semua pasal dan ayat dalam RUU ini yang mengancam kelestarian lingkungan hidup dan agraria, sertakemakmuran masa depan generasi anak bangsa, PKB akan all out menentangnya.

"Bagi PKB, pelestarian lingkungan hidup tidak bisa ditawar," ucapnya.

Gayung bersambut, pernyataan Cak Udin diamini Anggota Komisi IV dari Fraksi PKB DPR RI Luluk Nur Hamidah. Menurutnya, Ombinus Law RUU Ciptaker layaknya sapu jagat karena ada 1.244 pasal dari 79 undang-undang yang dijadikan satu UU saja.

Omnibus Law Ciptaker ini dinilai sangat krusial karena terkait dengan perizinan dan dampak lingkungan. Selama ini, aspek lingkungan menjadi pertimbangan penting dalam memberikan perizinan. Misalnya untuk kegiatan pertambangan, industri dan lainnya.

"Secara umum akan berbahaya karena partisipasi masyarakat itu sangat kecil, terutama yang terkait dengan kontrol kebijakan," katanya.

Selain itu, lanjutnya, soal azas desentralisasi, dalam Omnibus Law Ciptaker ini kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten terkait perizinan lingkungan terancam hilang. Misalnya, pertambangan, pemerintah daerah sudah tidak memiliki kewenangan, semuanya ada pada pemerintah pusat. Kemudian soal penguasaan lahan hutan juga kayak.

"Pertanyaannya, apakah pemerintah pusat ini punya kemampuan untuk penguasaan? Luas wilayah dan geografis kita sedemikian besar dan beragam, sementara semua harus diawasi sampai hal yang sifatnya sangat detail dan operasional," ucap Luluk.

Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Perempuan Bangsa (PB) itu berkata, Omnibus Law Ciptaker tidak memperhatikan  keseimbangan relasi antara lingkungan dengan manusia yang hendak ditabrak hanya karena tujuan menciptakan iklim investasi. Misalnya terkait dengan pemidanaan bagi perbuatan melawan hukum pengerusakan lingkungan.

"Tadinya dalam UU Kelestarian Lingkungan Hidup diatur bahwa setiap yang melakukan perusakan lingkungan hidup wajib ganti rugi dan melakukan tindakan tertentu. Jadi ada tanggung jawabnya. Nah ini tidak ada lagi dalam Omnibus Law. Hanya ganti rugi saja," katanya.

Dikatakan Luluk, dalam UU Lingkungan Hidup, diatur adanya pertanggungjawaban mutlak termasuk bagi korporasi yang melakukan pengrusakan lingkungan.

"Ini juga bisa dihilangkan dalam Omnibus Law dan diganti hanya denda saja. Tidak ada ancaman pemidanaan. Padahal pemidanaan ini yang menimbulkan efek jera," tegasnya.

TERKAIT

    -