Standard Post

Kaji Ulang Penerapan Premi Program Restrukturisasi Perbankan


PKBNews - ANGGOTA Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Ela Siti Nuriyah meminta pemerintah mengkaji ulang penerapan premi Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

"Pembayaran premi akan membebankan masyarakat yang menjadi nasabah, karena itu program ini harus benar-benar dikaji secara matang," katanya, kemarin.

Legislator asal Lampung itu berkata, meski premi ini diterapkan untuk perbankan, namun nasabah perbankan akhirnya yang akan menanggung premi ini secara tidak langsung.

Untuk diketahui Program Restrukturisasi Perbankan didasarkan pada Undang-Undang nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan dan diturunkan menjadi Peraturan Pemerintah.

"Meskipun draf PRP sudah rampung dibahas tahun 2019, namun masih menunggu PP tersebut ditandatangani oleh Presiden," ujar Ela.

Kata Ela, dalam draf PP tersebut ketentuan pungutan diberikan kepada perbankan kisaran 0,004 persen hingga 0,007 persen dari asset, jika asset perbankan di bawah Rp1 triliun maka dikenakan 0 persen.

"Pemberlakuan premi itu akan di mulai 3 tahun sejak regulasinya disahkan. Pungutan tersebut digunakan sebagai dana talangan dalam mencegah terjadinya krisis perbankan," tuturnya.

Ela meyakini kendati premi hanya dibebankan kepada perbankan dengan asset di atas Rp1 triliun, masyarakat sebagai nasabah akan terkena dampaknya.

Premi PRP ini sendiri dibayarkan di luar premi penjaminan LPS sebesar 0,2 persen dari total dana pihak ketiga (DPK) bank yang dibayar tiap semester.

"Sudah barang tentu, dengan pembayaran premi lagi akan membebankan masyarakat yang menjadi nasabah," tandasnya.

TERKAIT

    -